Senin, 26 Mei 2014

Fase Terang Fotosintesis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fotosintesis sudah akrab kita dengar. Pada dasarnya, fotosintesis merupakan proses penyusunan karbohidrat atau zat gula dengan menggunakan energi matahari. Matahari sebagai sumber energi utama bagi kehidupan di Bumi. Namun tidak semua organisma mampu secara langsung menggunakannya. Hanya golongan tumbuhan dan beberapa jenis bakteri saja yang mampu menyerap energi matahari dan memanfaatkannya untuk fotosinrtesis. Melalui fotosintesis, tumbuhan menyusun zat makanan yaitu karbohidrat (pati/gula). Karena kemampuan menyusun makanannya sendiri inilah, tumbuhan disebut organisme autotrof. Fotosintesis ternyata berlangsung dalam dua reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Reaksi gelap adalah reaksi yang berlangsung tanpa bantuan cahaya matahari, sedangkan reaksi terang adalah tahap dimana fotosintesis membutuhkan cahaya matahari. Dan untuk mengetahui lebih jelas tentang reaksi terang maka dibuatlah makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa perngertian reaksi terang dalam fotosintesis?
2.      Bagaimana prinsip penyerapan oleh cahaya oleh tumbuhan?
3.      Apakah Fotosistem I (PS I) dan Fotosistem II (PS II) ?
4.      Bagaimana pengankutan elektron dari air ke NADP+ ?
5.      Bagaimana proses fotofosforilasi itu?
1.3 Tujuan
1.       Untuk mengetahui pengertian reaksi terang dalam fotosintesis
2.       Untuk mengetahui prinsip penyerapan oleh cahaya oleh tumbuhan
3.       Untuk mengetahui Fotosistem I (PS I) dan Fotosistem II (PS II)
4.       Untuk mengetahui pengankutan elektron dari air ke NADP+
5.       Untuk mengetahui proses fotofosforilasi
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan informasi bagi kita tentang proses-proses yang terjadi selama fotosintesis termasuk fase terang terhadap fotosintesis dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya fotosintesis pada tumbuhan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Reaksi Terang
Fotosintesis adalah proses pembentukan zat makanan (glukosa) pada tumbuhan yang menggunakan zat hara, air dan karbondioksida dengan bantuan sinar matahari. Proses fotosintesis ini tidak berlangsung pada semua sel tetapi hanya pada sel yang mengandung pigmen fotosintetik. Kloroplas adalah salah satu pigmen fotosintetik yang berperan penting dalam proses fotosintesis dengan menyerap energi matahari.
Persamaan reaksi kimia fotosintesis adalah sebagai berikut :
H2O (air) + CO2 (karbondioksida) + cahaya → CH2O (glukosa) + O2 (oksigen)
Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: Reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan Reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).
Reaksi terang terjadi pada grana (tunggal: granum). Reaksi terang adalah proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia menghasilkan ATP dan NADPH tereduksi. ATP dibentuk melalui  proses fotofosforilasi, sedangkan NADPH dibentuk melalui  proses fotoreduksi.  Fase terang fotosintesis merupakan fase reaksi kimia fotosintesis yang membutuhkan cahaya sehingga fase terang  disebut juga fase reaksi fotokimia.
Dalam reaksi terang, terjadi konversi energi cahaya menjadi energi kimia dan menghasilkan oksigen (O2). Reaksi terang melibatkan dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan II. Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm.
2.2 Prinsip Penyerapan Cahaya oleh Tumbuhan
Untuk mengetahui bagaimana cahaya menyebabkan terjadinya fotosintesis, perlu diketahui terlebih dahulu sifat-sifat cahaya. Cahaya memiliki sifat gelombang (wave nature). Cahaya mencakup bagian dari energi matahari dengan panjang gelombang antara 390 nm sampai 760 nm dan tergolong cahaya tampak. Kisaran ini merupakan porsi kecil dari kisaran spektrum elektromagnetik.
Sifat cahaya sebagai partikel biasanya diekspresikan dengan pernyataan bahwa cahaya menerpa sebagai foton atau kuanta, yang merupakan merupakan suatu paket diskrit dari energi, dimana masing-masing dikaitkan dengan panjang gelombang tertentu. Energi dalam tiap foton berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Cahaya biru dan ungu dengan gelombang yang lebih pendek memiliki lebih banyak foton energetik dibanding cahaya merah atau jingga dengan gelombang yang lebih panjang.
Prinsip dasar penyerapan cahaya adalah bahwa setiap molekul hanya dapat menyerap satu foton pada waktu tertentu dan foton ini menyebabkan terjadinya eksitasi pada satu elektron dalam suatu molekul. Prinsip ini disebut Hukum Stark-Einstein. Elektron valensi yang berada pada orbit dasar yang stabil merupakan elektron yang biasanya tereksitasi dan didorong menjauhi inti (yang bermuatan positif) dengan jarak yang sebanding dengan jumlah energi foton yang diserap (Gambar 1.1). Molekul-molekul pigmen yang telah menangkap foton akan berada pada kondisi tereksitasi. Energi inilah yang dimanfaatkan untuk fotosintesis.

Gambar 1.1. Model sederhana untuk menjelaskan bagaimana energi cahaya yang menerpa molekul klorofil dibebaskan kembali setelah molekul tereksitasi.
Klorofil dan pigmen-pigmen lainnya hanya dapat berada pada kondisi tereksitasi dalam waktu singkat, umumnya hanya selama 10-9 detik atau lebih singkat. Sebagaimana tampak pada Gambar 1.1 energi eksitasi dapat hilang karena dibebaskan dalam bentuk panas pada waktu elektron kembali ke orbit dasar. Kehilangan energi eksitasi ini dari molekul pigmen (termasuk klorofil) dapat dalam bentuk kombinasi antara panas dan cahaya fluoresen (fluorescence). Fluoresen adalah pancaran cahaya yang diikuti oleh degradasi cepat dari elektron tereksitasi. Fluoresen asal klorofil berupa cahaya merah-dalam (deep-red) dan cahaya dengan gelombang panjang ini gampang terlihat jika klorofil a atau b atau campuran keduanya menerima cahaya, terutama cahaya biru atau ultra ungu. Pada daun, fluoresen sangat sedikit karena energi eksitasi dimanfaatkan untuk fotosintesis.
Gambar 1.1 membantu menjelaskan mengapa cahaya biru selalu kurang efisien pemanfaatannya untuk fotosintesis dibandingkan cahaya merah. Hal ini disebabkan karena setelah eksitasi dengan foton dari cahaya biru, elektron selalu terdegradasi dengan sangat cepat ke tingkat energi yang lebih rendah dengan membebaskan panas. Setelah pembebasan panas, tingkat energi foton dari cahaya biru tadi akan sama dengan tingkat energi yang diterima dari foton yang berasal dari cahaya merah saat pertama diserap. Dari tingkat energi ini, kehilangan dapat terjadi melalui panas, fluoresen, atau digunakan untuk fotosintesis.
Untuk terjadinya fotosintesis, energi dalam bentuk elektron yang tereksitasi pada berbagai pigmen harus disalurkan ke pigmen pengumpul energi yang disebut sebagai pusat reaksi (reaction center). Terdapat dua macam pusat reaksi pada membran thilakoid, keduanya merupakan molekul klorofil a yang berasosiasi dengan protein tertentu dan komponen-komponen membran lainnya. Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa energi pada pigmen yang tereksitasi dapat pindah ke pigmen tetangganya. Proses ini berlangsung secara simultan sampai energi tersebut ditransfer ke pusat reaksi. Ada beberapa teori untuk menjelaskan migrasi energi dari satu pigmen ke pigmen lainnya yang berdekatan. Salah satu teori tersebut adalah Teori Resonansi Induktif. Dengan adanya kemampuan pigmen untuk mentransfer energi eksitasi, maka setiap suatu pigmen tereksitasi sehingga energi eksitasi tersebut dapat diharapkan untuk sampai pada pusat reaksi.
Daun dari kebanyakan spesies menyerap lebih dari 90% cahaya ungu dan biru, demikian pula untuk cahaya jingga dan merah. Hampir seluruh penyerapan ini dilakukan oleh pigmen-pigmen pada kloroplas. Pada membran thilakoid, setiap foton dapat mengeksitasi satu elektron dari pigmen karotenoid atau klorofil. Klorofil berwarna hijau merupakan bukti bahwa pigmen ini tidak efektif untuk menyerap cahaya hijau. Cahaya hijau oleh klorofil dipantulkan atau diteruskan. Penyerapan relatif untuk setiap panjang gelombang oleh pigmen dapat diukur dengan spektrofotometer. Grafik penyerapan cahaya untuk kisaran panjang gelombang tertentu disebut spectrum serapan.
Beberapa karotenoid pada membran thilakoid juga mengirim energi eksitasinya ke pusat rekasi yang sama dengan klorofil. Spektrum serapan beta karoten dan lutein dapat dilihat pada Gambar 1.2. Secara in vitro, pigmen-pigmen yang berwarna kuning ini hanya menyerap cahaya biru dan ungu. Cahaya hijau, kuning, jingga, dan merah dipantulkan oleh kedua pigmen ini. Kombinasi panjang gelombang yang dipantulkan oleh kedua pigmen karotenoid ini tampak berwarna kuning. Ada bukti yang menunjukkan bahwa beta-karoten lebih efektif dalam mentransfer energi ke kedua pusat reaksi disbanding lutein atau pigmen xanthofil yang disebut focoxanthofil adalah sangat efektif dalam mentransfer energi. Di samping berperan sebagai penyerap cahaya, karotenoid pada thilakoid juga berperan untuk melindungi klorofil dari kerusakan oksidatif oleh O2 jika intensitas cahaya sangat tinggi. 
Gambar 1.2 Spektrum serapan klorofil a dan klorofil b yang dilarutkan dalam dietil ether (A) & spektrum serapan beta-karoten dalam heksan (hexane) dan pigmen lutein dalam etanol (B)
Dalam membandingkan pengaruh berbagai panjang gelombang cahaya terhadap laju fotosintesis, harus diperhatikan untuk tidak memberikan energi dalam jumlah yang berlebihan sehingga proses tersebut jenuh. Pola laju fotosintesis pada kisaran panjang gelombang cahaya tampak disebut spektrum aksi. Spektrum aksi untuk fotosintesis dan untuk proses fotobiologi lainnya akan membantu identifikasi pigmen apa yang terlibat, karena spektrum aksi sepadan dengan spektrum serapan dari suatu pigmen. Gambar 1.3 memperlihatkan laju fotosintesis (secara relatif) pada kisaran panjang galombang 350-750 nm yang diukur berdasarkan jumlah foton yang menerpa per satuan luas daun. Pada beberapa ganggang, karotenoid dan pigmen fikobilin dapat menyerap cahaya untuk fotosintesis. Spektrum aksi dari ganggang ini agak berbeda dengan pada tumbuhan tingkat tinggi.
Gambar 1.3 Profil spektrum aksi tanaman herba dikotil dan monokotil
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosintesis pada tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwa ada pigmen lain yang berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis.
Penggabungan molekul klorofil a menjadi dimer atau trimer atau asosiasinya dengan protein-protein thilakoid menyebabkan puncak serapan tambahan terjadi pada gelombang cahaya merah. Dua dari puncak serapan tambahan yakni pada 680 nm dan 700 nm, berhubungan dengan serapan oleh molekul klorofil a khusus yang berperan sebagai pusat reaksi. Pusat reaksi inilah yang disebut sebagai P680 dan P700.
2.3 Fotosistem I dan Fotosistem II
               Reaksi terang cahaya dalam proses fotosintesis penyerapan energi matahari oleh klorofil dimana dilepaskan O2, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut fotosistem I yang menyangkut penyerapan energi matahari pada panjang gelombang di sekitar 700nm dan tidak melibatkan proses pelepasan O2. Bagian kedua yang menyangkut penyerapan energy matahari pada panjang gelombang di sekitar 680nm, disebut fotosistem II yang melibatkan pembentukan O2. Karena adanya kerja sama antara FS II dan FS I, maka terjadi fotofosforilasi. Dalam fotofosforilasi ini terdapat dua macam aliran transfer elektron, yaitu :
·       Fotofosforilasi Non Siklik
Reaksi fotofosforilasi siklik adalah reaksi yang hanya melibatkan satu fotosistem, yaitu fotosistem I. Dalam fotofosforilasi siklik, pergerakan elektron dimulai dari fotosistem I dan berakhir di fotosistem I.
·      Fotofosforilasi Siklik
Reaksi fotofosforilasi nonsiklik adalah reaksi dua tahap yang melibatkan dua fotosistem klorofil yang berbeda, yaitu fotosistem I dan II.
2.4  Pengangkutan Elektron dari Air ke NADP
             Gambar 1.4 Reaksi terang dari fotosintesis pada membran tilakoid
Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH. Reaksi ini memerlukan molekul air dan cahaya matahari. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena.
Reaksi terang melibatkan dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan II. Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm.
Mekanisme reaksi terang diawali dengan tahap dimana fotosistem II menyerap cahaya matahari sehingga elektron klorofil pada PS II tereksitasi dan menyebabkan muatan menjadi tidak stabil. Untuk menstabilkan kembali, PS II akan mengambil elektron dari molekul H2O yang ada disekitarnya. Molekul air akan dipecahkan oleh ion mangan (Mn) yang bertindak sebagai enzim. Hal ini akan mengakibatkan pelepasan H+ di lumen tilakoid.
Dengan menggunakan elektron dari air, selanjutnya PS II akan mereduksi plastokuinon (PQ) membentuk PQH2. Plastokuinon merupakan molekul kuinon yang terdapat pada membran lipid bilayer tilakoid. Plastokuinon ini akan mengirimkan elektron dari PS II ke suatu pompa H+ yang disebut sitokrom b6-f kompleks. Reaksi keseluruhan yang terjadi di PS II adalah:
2H2O + 4 foton + 2PQ + 4H- → 4H+ + O2 + 2PQH2
Sitokrom b6-f kompleks berfungsi untuk membawa elektron dari PS II ke PS I dengan mengoksidasi PQH2 dan mereduksi protein kecil yang sangat mudah bergerak dan mengandung tembaga, yang dinamakan plastosianin (PC). Kejadian ini juga menyebabkan terjadinya pompa H+ dari stroma ke membran tilakoid. Reaksi yang terjadi pada sitokrom b6-f kompleks adalah:
2PQH2 + 4PC(Cu2+) → 2PQ + 4PC(Cu+) + 4 H+ (lumen)
Elektron dari sitokrom b6-f kompleks akan diterima oleh fotosistem I. Fotosistem ini menyerap energi cahaya terpisah dari PS II, tapi mengandung kompleks inti terpisahkan, yang menerima elektron yang berasal dari H2O melalui kompleks inti PS II lebih dahulu. Sebagai sistem yang bergantung pada cahaya, PS I berfungsi mengoksidasi plastosianin tereduksi dan memindahkan elektron ke protein Fe-S larut yang disebut feredoksin. Reaksi keseluruhan pada PS I adalah:
Cahaya + 4PC(Cu+) + 4Fd(Fe3+) → 4PC(Cu2+) + 4Fd(Fe2+)
Selanjutnya elektron dari feredoksin digunakan dalam tahap akhir pengangkutan elektron untuk mereduksi NADP+ dan membentuk NADPH. Reaksi ini dikatalisis dalam stroma oleh enzim feredoksin-NADP+ reduktase. Reaksinya adalah:
4Fd (Fe2+) + 2NADP+ + 2H+ → 4Fd (Fe3+) + 2NADPH
Ion H+ yang telah dipompa ke dalam membran tilakoid akan masuk ke dalam ATP sintase. ATP sintase akan menggandengkan pembentukan ATP dengan pengangkutan elektron dan H+ melintasi membran tilakoid. Masuknya H+ pada ATP sintase akan membuat ATP sintase bekerja mengubah ADP dan fosfat anorganik (Pi) menjadi ATP. Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai berikut:
Sinar + ADP + Pi + NADP+ + 2H2O → ATP + NADPH + 3H+ + O2
2.5 Fotofosforilasi
Pembentukan ATP dari ADP dan Psecara termodinamik tidak akan terjadi tanpa bantuan energi cahaya. Oksidasi H2O dan PQH2 menyebabkan konsentrasi H+ di dalam saluran thilakoid (pH 5) dapat menjadi 5000 kali lebih tinggi dibandingkan pada stroma (pH 8) selama fotosintesis berlangsung. Perbedaan konsentrasi yang sangat besar ini menjadi tenaga pendorong untuk difusi H+. Membran thilakoid sesungguhnya tidak permeabel terhadap H+ dan ion-ion lain kecuali jika melalui CF (coupling factor). Perbedaan pH antara kedua sisi membran ini menyediakan energi kimia yang potensial dalam memacu fotofosforilasi.
              Ide bahwa perbedaan pH dapat menyediakan energi untuk sintesis ATP dalam kloroplas, mitokondria, dan bakteri diusulkan pertama kali oleh Peter Mitchell di Inggris tahun 1961. Teori Mitchell disebut toeri khemiosmotik. Bukti langsung dari teori ini pertama didapatkan oleh peneliti fotosintesis G. Hind dan Andre Jagendorf pada Universitas Cornell pada tahun 1963.
Teori khemiosmotik juga menjelaskan bagaimana uncoupler bekerja pada proses fotofosforilasi. Diberi nama uncoupler karena perannya menghilangkan keterkaitan antara pengangkutan elektron dengan fosforilasi. Beberapa uncoupler ini telah diketahui, antara lain adalah NH3 dan dinitrofenol. Uncoupler bergerak dalam saluran thilakoid untuk mengikat H+dan mengangkutnya ke sisi stroma membran thilakoid dan kemudian membebaskan H+ tersebut. H+ yang dibebaskan bersama OH- membentuk H2O. Aksi yang berulang-ulang dari uncoupler ini memperkecil perbedaan pH antara dua sisi membran thilakoid dan berarti menghambat sintesis ATP. Sebaliknya, kondisi yang tercipta tersebut akan memacu pengangkutan elektron karena secara termodinamik akan lebih mudah untuk mengangkut H+ menyeberangi membran thilakoid dalam kaitannya dengan oksidasi-reduksi PQ (plastoquinon).
Pembentukan ATP tambahan dapat berasal dari lintasan elektron dan pengangkutan H+ yang tidak sepenuhnya terkait dengan lintasan nonsiklik. Lintasan ini melibatkan PS I, ferredoksin, kompleks sitokhrom b6 dan f, PQ dan PC (plastocianin), tetapi tidak melibatkan PS II. Karena elektron dibawa dari P700 dan akhirnya kembali lagi ke P700, maka lintasan ini disebut sebagai Lintasan Pengangkutan Elektron Siklik. Penyerapan dua foton menyebabkan dua elektron akan diangkut (berkeliling dari dan ke P700) dan menyebabkan dua H+ dihantar masuk ke saluran thilakoid sebagai hasil dari oksidasi PQH2. tidak ada molekul air yang dipecah, karena PS II tidak terlibat dan juga tidak ada NADPH yang terbentuk dari lintasan pengangkutan elektron ini, tetapi ATP akan dihasilkan oleh CF sebagai akibat dari penurunan pH saluran membran thilakoid. Pembentukan ATP melalui lintasan pengangkutan elektron siklik ini disebut fotofosforilasi siklik.
Secara kuantitatif, jika 8 foton terlibat untuk kedua fotosistem akan dihasilkan 8 H+ melalui lintasan nonsiklik dan jika 4 foton lagi hanya diserap oleh PS I dan menghasilkan 4 H+ tambahan, maka 12 foton tersebut akan menghasilkan 12 H+ di dalam saluran thilakoid. Jika 3 H+ dibutuhkan CF untuk membentuk satu molekul ATP, maka 12 H+ cukup untuk mensintesis 4 molekul ATP. Dibutuhkan lebih dari 3 ATP untuk mengkonversi satu molekul CO2 menjadi karbohidrat dan pengukuran langsung pada daun menunjukkan bahwa 12 foton dibutuhkan untuk mereduksi setiap molekul CO2Berdasarkan uraian ini, maka persamaan fotosintesis dapat ditulis dengan menyertakan kebutuhan minimum 12 foton.
              CO2 + 2 H2O + 12 foton  Ã   (CH2O) + O2 + H2O
     ATP dan NADPH tidak dimasukkan pada persamaan fotosintesis di atas, karena pembentukannya diimbangi dengan penggunaannya dalam reduksi CO2. Protein dan asam nukleat membutuhkan lebih banyak ATP dibandingkan dengan polisakarida. Protein dan asam nukleat ini lebih banyak terdapat pada sel-sel yang aktif tumbuh dibandingkan dengan pada sel-sel dewasa. Pada sel-sel dewasa lebih banyak polisakarida yang terkandung. 
  
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari makalah yang telah dibuat, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1.      Fotosintesis mempunyai dua tahap reaksi yaitu reaksi terang dan reaksi gelap 
2.      Tumbuhan memiliki dua jenis pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi atau fotosistem yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem II terdiri dari molekul klorofil yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer, sedangkan fotosistem I menyerap cahaya dengan panjang gelombang 700 nanometer. 
3.      Reaksi keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai berikut: Sinar + ADP + Pi + NADP+ + 2H2O → ATP + NADPH + 3H+ + O2. NADPH dan ATP adalah hasil dari reaksi terang yang akan digunakan saat reaksi gelap  
3.2 Saran
Kami mengharapkan adanya proses diskusi dalam perkuliahan akan lebih efektif dengan adanya makalah ini dan tentunya suasan diskusipun diharapkan memberikan suasan pembelajaran yang lebih konstruktif dan produktif.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2014 “Fotosintesis” (http://id.wikipedia.org/wiki/Fotosintesis) Sabtu 10 Mei 2014
Lakitan B. 1993. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. Penerbit PT RajaGrafindo Persada: Jakarta
Rizal suhardi eksakta “Daun Dalam Kaitannya Dengan Fotosintesis” (http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com/2012/07/daun-dalam-kaitannya-dengan-fotosintesis_19.html) Kamis, 19 Juli 2012
Agung Dian Putra “Reaksi Terang Fotosintesis” (http://agungdian3.blogspot.com/2012/12/nadph-nadph-sebagai-hasil-reaksi-diatas.html) Senin, 24 Desember 2012
Mugiasih “Fotosintesis” (http://blog.uad.ac.id/mugiasihpbio/category/fotosintesis/) 12 Juni 2013
Gothid. Judul Fotosintesis. (http://goth-id.blogspot.com/2012/06/fotosintesis.html) Rabu, 6 juni 2012

Makalah Lumut

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan) meliputi organisme multiseluler yang sel-selnya telah terdiferensiasi, bersifat eukariotik, memiliki dinding sel selulosa. Hampir seluruh anggota tumbuhan memiliki klorofil dalam selnya sehingga bersifat autotrof atau dapat menyusun makanan sendiri. Kebanyakan tumbuhan memiliki organ reproduksi multiseluler, yang disebut gametangium. Organisme yang  termasuk tumbuhan adalah lumut, tumbuhan paku, dan tumbuhan biji.
            Lumut, tumbuhan paku, dan tumbuhan biji umumnya termasuk tumbuhan darat. Tumbuhan mempunyai berbagai kebutuhan misalnya menyangga berat tubuhnya sendiri, atau melindungi jaringan tubuh dan alat reproduksinya dari kekeringan. Selain itu, tumbuhan juga perlu mendapatkan air dan makanan dari tanah, serta mentransportasikannya ke daun dan bagian lainnya. Untuk mengatasi berbagai keluhan tersebut, tumbuhan memerlukan struktur bentuk tubuh dan fisiologi khusus. Fisiologi tumbuhan darat lebih kompleks dibandingkan dengan tumbuhan air.
1.2 Rumusan Masalah
1.       Bagaimana karateristik dari Bryophytha ?
2.       Klasifikasi Bryophytha ?
3.       Daur hidup Bryophyta ?
4.       Reproduksi Bryophyta ?
5.       Apa peranan Bryophytha dalam kehidupan sehari-hari ?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih jauh tentang Bryophytha dan peranannya dalam kehidupan manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bryophyta
            Ketika kalian berada di daerah pegunungan atau batu-batuan yang ada di sungai atau di tembok-tembok di dekat sumur rumah kalian sering kalian temukan tumbuhan yang berwarna hijau, hidup menempel. Tumbuhan tersebut adalah Bryophyta (tumbuhan lumut). Bryophyta berasal dari bahasa Yunani, kata bryum yang berarti lumut dan phyta artinya adalah tumbuhan.
            Tumbuhan Lumut (Bryophyta) merupakan tumbuhan yang relatif kecil, tubuhnya hanya beberapa milimeter saja, bahkan ada yang tingginya hanya beberapa milimeter saja. Hampir semua jenis tumbuhan lumut sudah merupakan tumbuhan darat (terrestrial), walaupun kebanyakan dari tumbuhan ini masih menyukai tempat - tempat yang basah.
            Tumbuhan lumut adalah golongan tumbuhan tingkat rendah yang filogenetiknya lebih tinggi daripada golongan algae karena dalam susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup di darat, gametangium dan sporangiumnya multiseluler, dan dalam perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio. Meskipun tumbuhan lumut hidup di darat tetapi untuk terjadinya pembuahan masih tetap memerlukan air, hingga tumbuhan lumut disebut sebagai tumbuhan amfibi. Bentuk dan susunan gametangium yang spesifik pada tumbuhan lumut ialah terutama pada arkegonium yang berbentuk seperti botol dan terdiri atas bagian perut dan bagian leher, sehingga tumbuhan lumut termasuk golongan Archegoniata. Berhubung dalam perkembangan sporofitnya tumbuhan lumut membentuk embrio, dan untuk terjadinya pembuahan gamet jantan mencapai sel telur tanpa harus melalui "siphon", maka tumbuhan lumut tergolong Embriophyta asiphonogama.
            Dalam siklus hidup yang normal generasi haploid (gametofit) dan generasi diploid (sporofit) bergiliran secara teratur. Penyimpangan dari siklus hidup yang normal dapat mengakibatkan peristiwa apogami dan apospori. Sporofit yang terjadi karena peristiwa apogami adalah haploid, sebaliknya gametofit yang terjadi karena peristiwa apospori adalah diploid dan menghasilkan gamet yang diploid pula.
2.2 Karateristik Lumut
1.      Karateristik umum tubuh lumut sebagai berikut :
·         Sel - sel penyusun tubuhnya telah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa. 
·         Daun lumut umumnya setebal satu lapis sel, kecuali ibu tulang daun, lebih dari satu lapis sel. Sel-sel daun kecil, sempit, panjang, dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala. Di antaranya terdapat sel - sel mati yang besar-besar dengan penebalan dinding dalamnya berbentuk spiral. Sel - sel yang mati ini berguna sebagai tempat persediaan air dan cadangan makanan. 
·         Pada tumbuhan lumut hanya terdapat pertumbuhan memanjang dan tidak ada pertumbuhan membesar. Pada ujung batang terdapat titk tumbuh dengan sebuah sel pemula di puncaknya. Sel pemula itu biasanya berbentuk bidan empat (tetrader = kerucut terbalik) dan membentuk sel - sel baru ke tiga arah menurut sisinya. Ukuran lumut yang terbatas mungkin disebabkan tidak adanya sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong seperti pada tumbuhan berpembuluh.
·         Rizoid tampak seperti rambut atau benang - benang. Berfungsi sebagai akar untuk melekat pada tempat tumbuhnya dan menyerap air serta garam - garam mineral (makanan). Rizoid terdiri dari satu deret sel yang memanjang kadang - kadang dengan sekat yang tidak sempurna. 
·         Lumut mempunyai klorofil sehingga sifatnya autotrof.
·         Lumut tumbuh di berbagai tempat, yang hidup pada daun-daun disebut sebagai epifit. Jika pada hutan banyak pohon dijumpai epifit maka hutan demikian disebut hutan lumut.
·         Akar dan batang pada lumut tidak mempunyai pembuluh angkut (xilem dan floem).
·         Gerakan spermatozoid ke arah ovum berupakan Gerak Kemotaksis, karena adanya rangsangan zat kimia berupa lendir yang dihasilkna oleh sel telur.
·         Jika kedua gametangia terdapat dalam satu individu disebut berumah satu (Monoesius). Jika terpisah pada dua individu disebut berumah dua (Dioesius).
·         Pada tumbuhan lumut terdapat Gametangia (alat-alat kelamin) yaitu:
a)      Alat kelamin jantan disebut Anteridium yang menghasilkan Spermtozoid
b)      Alat kelamin betina disebut Arkegonium yang menghasilkan Ovum
·         Struktur sporofit (sporangium) tubuh lumut terdiri atas:
a)      vaginula, yaitu kaki yang diselubungi sisa dinding arkegonium.
b)      seta atau tangkai.
c)      apofisis, yaitu ujung seta yang agak melebar yang merupakan peralihan antara seta dengan kotak spora.
d)     kaliptra atau tudung berasal dari dinding arkegonium sebelah atas menjadi tudung kotak spora.
e)      kolumela, jaringan yang tidak ikut mengambil bagian dalam pembentukan spora. Sporofit tumbuh pada gametofit yang hijau menyerupai daun. Sporofit memiliki kloroplas sehingga dapat berfotosintesis, tetapi juga mendapatkan makanan dari gametofit tempatnya melekat. Meiosis terjadi dalam kapsul matang pada sporofit, menghasilkan spora haploid. Spora lumut terbungkus dinding khusus yang tahan terhadap perusakan alam. Spora dapat bertahan lama dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Gametofit berbentuk seperti daun dan di bagian bawahnya terdapat rizoid sebagai ganti akar. Jika sporofit sedang tidak memproduksi spora, gametofit akan membentuk anteridium dan arkegonium untuk melakukan reproduksi seksual.
2.      Ciri-ciri Umum Lumut sebagai berikut :
·         Tumbuhan kecil, mempunyai talus (akar, batang dan daun sukar dibezakan)
·         Kitar hidup selangan Genussi
·         Genussi dominan adalah gametofit
·         Sporofit kekal melekat pada gametofit
·         Tinggi kurang daripada 15 cm
·         Gametofit Bryophyta mempunyai bentuk badan seperti daun
·         Ada yang mempunyai jasad taloid seperti piring yang pipih secara dorsiventral
·         Daun tiada kutikel berlilin dan batang tiada berkas vaskular
·         Tumbuhan gametofit mempunyai struktur berfilamen seperti akar yang disebut rizoid
·         Rizoid melekatkan tumbuhan kepada batuan atau substrat yang lain
·         Rizoid bukan akar sebenarnya, ia selebar satu sel dan tiada jidal akar
3.      Ciri-ciri dan Struktur Pembiakan
·         Gametofit matang keluarkan organ pembiakan khas yang disebut gametangium
·         Gametangium terdiri daripada organ seks jantan (anteridium) dan organ seks betina (arkegonium)
·         Anteridium menghasilkan sperma biflagelum yang motil
·         Arkegonium menghasilkan telur Sperma bersenyawa dengan telur dan menghasilkan zigot (sporofit diploid), proses persenyawaan bergantung kepada air.
·         Zigot menghasilkan kaki dan struktur penghasil spora yang disebut kapsul.
·         Zigot yang masih melekat pada tumbuhan induk berkembang menjadi embrio multisel.
·         Kapsul lazimnya terletak pada struktur seperti tangkai yang disebut seta.
·         Kapsul terdiri daripada selapisan sel mandul yang mengelilingi tisu yang mengandungi sel induk spora.
·         Sel induk spora membahagi secara meiosis dan menghasilkan spora haploid.
·         Spora haploid disebarkan oleh angin apabila matang.
·         Spora yang mendarat di atas tanah lembab akan bercambah dan keluarkan satu struktur yang disebut protonema.
·         Protonema tumbuh menjadi tumbuhan gametofit haploid yang berdaun.
4.      Habitat Lumut
            Lumut ditemukan terutama di area sedikit cahaya / ringan dan lembab. Lumut umum di area berpohon-pohon dan di tepi arus. Lumut juga ditemukan di batu, jalan di kota besar. Beberapa bentuk mempunyai menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi ditemukannya. Beberapa jenis dengan air, seperti Fontinalis antipyretica, dan Sphagnum tinggal / menghuni rawa.
2.3 Klasifikasi Lumut
Pembagian klasifikasi Bryophyta yang pertama menurut Eichler (1883) didasarkan atas perbedaan bentuk susunan tubuhnya dan perkembangan gametangium serta sporogoniumnya, dibagi menjadi dua kelas yaitu Hepaticae dan Musci. Dalam perkembangan klasifikasi selanjutnya ternyata bangsa Anthocerotales (anggota dari kelas Hepaticae) menurut Howe (1899) mempunyai struktur gametofit dan sporogonium yang berlainan hingga kemudian dikelompokkan dalam kelas tersendiri yaitu Anthocerotae, maka pembagian Bryophyta menjadi Hepaticae, Anthocerotae, dan Musci.
Berhubung nama-nama takson tersebut di atas belum sesuai dengan peraturan dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan maka Rothmaler (1951) dan juga Proskauer (1957) mengganti nama takson tersebut menjadi Hepaticopsida, Anthocerotopsida, dan Bryopsida.

Lumut sejati juga disebut dengan lumut daun atau bryopsida. Kurang lebih terdapat 12.000 jenis lumut daun yang ada di alam ini. Lumut daun dapat tumbuh di tanah-tanah gundul yang secara periodik mengalami kekeringan, di atas pasir bergerak, di antara rumput-rumput, di atas batu cadas, batang pohon, di rawa-rawa, dan sedikit yang terdapat di dalam air. Di daerah kering, badan lumut ini dapat berbentuk seperti bantalan, sedangkan yang hidup di tanah hutan dapat berbentuk seperti lapisan permadani. Lumut di daerah lahan gambut dapat menutupi tanah sampai beribu kilometer.
Lumut ini hampir tidak pernah mengisap air dari dalam tanah, tetapi justru banyak melindungi tanah dari penguapan air yang terlalu besar. Lumut daun merupakan tumbuhan yang berdiri tegak, kecil, dan letak daunnya tersusun teratur mengelilingi tangkainya seperti spiral. Pada tempat yang sesuai, spora akan berkecambah membentuk protonema. Protonema ini terdiri atas benang berwarna hijau, fototrof, bercabang-cabang, dan dapat dilihat dengan mata biasa karena mirip seperti hifa cendawan.
Dari protonema, muncul rizoid yang masuk ke dalam tanah. Pada keadaan cukup cahaya, protonema akan membentuk kuncup yang dapat berkembang menjadi tumbuhan lumut. Terjadinya kuncup diawali dengan adanya tonjolan-tonjolan ke samping pada cabang protonema. Lama-kelamaan pada ujungnya akan terjadi sel berbentuk piramida yang meristematik. Jika sel piramida terputus, akan tumbuh anakan baru dari sel tersebut.
Terbentuknya banyak kuncup menyebabkan tumbuhan lumut tersusun seperti rumpun. Alat kelamin Musci terkumpul pada ujung batang atau ujung cabang dan dikelilingi oleh daun paling atas. Ada yang berumah satu dan ada yang berumah dua.
Pada Musci, kapsul sporanya memiliki kolumela yang terletak di tengah dan dikelilingi oleh ruang yang berisi spora. Pada sporogonium muda, ruang sporanya diselimuti oleh jaringan asimilasi dan dibatasi oleh epidermis dari udara luar. Kolumela inilah yang berfungsi sebagai pemberi makanan dan penyimpan air bagi spora yang baru terbentuk. Di bawah kapsul spora terdapat mulut kulit. Susunan kapsul yang telah masak sangat khusus.
Hal ini ditandai dengan mudahnya kapsul pecah sehingga spora terhambur keluar. Dengan bantuan seta, kapsul dapat terangkat sehingga spora yang terhambur mudah tertiup angin. Perkembangan embrio lebih cepat dari perkembangan dinding sel arkegonium sehingga embrio bertambah panjang dan menyebabkan robeknya dinding arkegonium. Bagian atas yang tetap menyelubungi kapsul spora disebut kaliptra dan bagian bawahnya sebagai sarung pada pangkal seta yang disebut vaginula.
Contoh Musci adalah Andreaea petrophila, A. rupestris, Sphagnum fimbriatum, S. squarrosum, S. acutifolium, Polytrichum commune, Hypnodendron reinwardtii, Mniodendron divaricatum, Pogonatum cirrhatum, dan Georgia pellucida.
Anthocerotales (lumut tanduk) biasa hidup melekat di atas tanah dengan perantara rizoidnya. Lumut tanduk mempunyai talus yang sederhana dan hanya memiliki satu kloroplas pada tiap selnya. Pada bagian bawah talus terdapat stoma dengan dua sel penutup.
Lumut tanduk juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) ketika fase sporofit dan fase gametofit terjadi secara bergiliran. Susunan sporogonium lumut tanduk lebih rumit jika dibandingkan dengan lumut hati lainnya. Gametofitnya mempunyai cakram dan tepi bertoreh. Sepanjang poros bujurnya terdapat sederetan sel mandul yang disebut kolumela. Kulomela dilindungi oleh arkespora penghasil spora. Dalam askespora, selain spora, juga dihasilkan sel mandul yang disebut elatera. Tidak seperti lumut hati lainnya, masaknya kapsul spora pada sporogonium lumut tanduk tidak bersamaan, tetapi berurutan dari bagian atas sampai pada bagian bawah. Contoh lumut tanduk adalah Anthoceros laevis, A. fusifermis, dan Notothulus valvata.
Lumut hati biasa hidup di tempat yang basah sehingga tubuhnya berstruktur higromorf. Ada juga yang hidup di tempat-tempat yang sangat kering, seperti di kulit pohon, di atas tanah, atau batu cadas sehingga tubuhnya berstruktur xeromorf. Di dalam tubuh lumut terdapat alat penyimpan air sehingga dalam keadaan kekeringan tidak mengakibatkan lumut mati.
Lumut hati merupakan tumbuhan penutup tanah yang daunnya berbentuk lembaran-lembaran yang berkelok di bagian pinggirnya, memiliki semacam akar yang tumbuh dari permukaan bawah tumbuhan hidup di tempat yang lembap, dan tidak terkena cahaya matahari. Protonema lumut hati kebanyakan hanya berkembang menjadi suatu buluh pendek dan sebagian besar lumut hati memiliki sel yang mengandung minyak astri.
Lumut hati dapat berkembang biak secara aseksual dengan pembentukan kuncup atau gemma dan secara seksual dengan pembentukan anteridium penghasil sperma dan pembentukan arkegonium penghasil ovum. Lumut hati juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis).
Marchantiales
Marchantiales terbagi dalam dua suku, yaitu suku Marchantiaceae dan suku Ricciaceae. Sebagai contoh dapat diambil dari suku Marchantiaceae, yaitu Marchantia polymorpha. Lumut ini mempunyai bentuk talus yang menyerupai pita, agak tebal, berdaging, cabang menggarpu, serta rusuk tengah tidak begitu jelas dan menonjol. Bagian bawah talus terdapat sisik perut dan rizoid. Bagian atas talus dilindungi oleh lapisan kutikula sehingga tidak dapat ditembus air dan terlihat berpetak-petak. Pada bagian petak terdapat ruang udara, di tenga h petak terdapat liang udara yang menghubungkan dengan udara luar.
            Pada dasarnya terdapat kloroplas dan tempat berlangsungnya fotosintesis. Cadangan makanan ditimbun pada jaringan talus yang tidak mengandung klorofil. Perkembangbiakan secara aseksual pada gametofit dilakukan dengan pembentukan ku cup-kuncup eram. Gametangium Marchantiales berupa cabang talus yang berdiri tegak, bagian bawah cabang menggulung, dan dalam gulungan tersebut terdapat rizoid. Bagian atas cabang bercabang menggarpu dan akhirnya membentuk badan menyerupai bintang.
Anteridium dan arkegonium terletak pada tempat terpisah. Pendukung anteridium disebut anteridiofor, berbentuk menyerupai tangkai dengan cakram bertoreh delapan pada ujungnya, dan di atas cakram terdapat ruangan mirip botol yang bermuara ke atas. Ruanganruangan ini berisi anteridium. Antar ruangan dipisahkan oleh jaringan yang mengandung ruang udara. Spermatozoid dihasilkan di dalam anteridium. Jika antheridium telah masak, sel dindingnya akan menjadi lendir dan mengembang hingga akhirnya spermatozoid akan keluar dan terkumpul dalam suatu tetes air hujan yang terletak di atas anteridiofor.
Pendukung arkegonium disebut arkegoniofor. Berbentuk seperti bintang dengan kaki berjumlah 9, tepi melipat ke bawah yang mengakibatkan sisi atas bagian arkegoniofor, dan menghadap ke bawah. Kondisi ini menyebabkan arkegonium seolah-olah berada di sisi bawah badan bintang tadi. Letak arkegonium dan arkegoniofor berderet menurut arah jari-jari yang dilindungi oleh selaput bergigi yang disebut periketium.
Sel telur diproduksi di dalam arkegonium. Pembuahan terjadi pada musim hujan. Pada saat itu, percikan air hujan yang mengandung spermatozoid terlempar dari anteridiofor ke arkegoniofor. Hasil pembuahan berupa zigot yang akan berkembang menjadi embrio bersel banyak akhirnya membentuk sporogonium bertangkai pendek, kecil, berbentuk bulat, dan berwarna hijau. Sel teratas membentuk kapsul spora dan sel bawah membentuk tangkai dan kaki sporogonium. Kapsul spora Marchantiales dapat menghasilkan beratus ribu spora. Jika jatuh di tempat yang sesuai, spora ini akan berkecambah membentuk protonema dan seterusnya.
Contoh lumut yang termasuk suku Marchantiaceae adalah Marchantia polymorpha, M. geminata, dan Reboulia hemisphaerica, sedangkan yang termasuk suku Ricciaceae adalah Riccia fluitans, R. nutans, dan R. trichocarpa.
2.4 Pergiliran Keturunan Tanaman Lumut
Tumbuhan lumut termasuk kingdom plantae. Daur tumbuhan lumut adalah dengan 2 cara yaitu 1. generatif, yaitu dengan cara membentuk spora yang dihasilkan oleh spongarium. 2. vegetatif, yaitu dengan cara peleburan gamet jantan yang dihasilkan anteredium dan gamet betina yang dihasilkan arkegonium.
Skema pergiliran tumbuhan lumut:
Penjelasan:
Sporangium terbuka. Sehingga spora yang telah masak terjatuh. Jika jatuh pada tempat yang cocok spora akan tumbuh menjadi protonema. Protonema dibagi 2, sel jantan antheredium dan sel betina arkegonium Antheredium (sel kelamin jantan) menghasilkan sperma untuk proses pembuahaan. Arkegonium (sel kelamin betina menghasilkan sel telur (ovum) untuk membantu sperma dalam proses pembuahan sel telur (ovum) dan sel sperma mengalami fertilisasi (pembuahan) dan membentuk Zygot. Zygot tumbuh dan menjadi Sprogonium. Sporogonium (sporofit) yang telah dewasa akan menghasilkan spora di dalam sporangium (kotak spora) dan  terjadi terus menerus.

2.5 Reproduksi Lumut
            Reproduksi lumut bergantian antara seksual dan aseksualnya. Reproduksi aseksualnya dengan spora haploid yang dibentuk dalam sporofit, sedangkan reproduksi seksualnya dengan membentuk gamet - gamet. Baik gamet jantan maupun gamet betina yang dibentuk dalam gametofit. Ada 2 macam gametangium, yaitu sebagai berikut.
1.      Arkegonium adalah gametangium betina yang bentuknya seperti botol dengan bagian lebar yang disebut perut; bagian yang sempit disebut leher. Keduanya mempunyai dinding yang tersusun atas selapis sel. Di atas perut terdapat saluran leher dan satu sel induk yang besar; sel ini membelah menghasilkan sel telur.
2.      Anteridium adalah gametangium jantan yang berbentuk bulat seperti gada. Dinding anteridium terdiri dari selapis sel - sel yang mandul dan di dalamnya terdapat sejumlah besar sel induk spermatozoid - spermatozoid yang bentuknya seperti spiral pendek; sebagian besar terdiri dari inti dan bagian depannya terdapat dua bulu cambuk. Reproduksi aseksual dan seksual berlangsung secara bergantian melalui suatu pergiliran keturunan yang disebut metagenesis. Metagenesis berlangsung seperti pada skema. Jika anteridium dan arkegonium terdapat dalam satu individu, tumbuhan lumut disebut berumah satu (monoesis) dan jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja disebut berumah dua (diesis).

2.6 Peranan Lumut dalam Kehidupan
      Dalam kehidupan, tumbuhan lumut juga memiliki manfaat, di antaranya adalah:
a.    Dalam ekosistem yang masih alami, lumut merupakan tumbuhan perintis karena dapat melapukkan batuan sehingga dapat ditempati oleh tumbuhan yang lain.
b.      Lumut dapat menyerap air yang berlebih, sehingga dapat mencegah terjadinya banjir.
c.       Menyediakan cadangan air karena dapat meyerap air di musim kemarau.
d.      Dapat dijadikan antibakteri, antikanker, dan antiseptik.
e.       Lumut jenis Marchantia polymorpha dapat digunakan sebagai obat radang hati.
f.       Lumut Sphagnum dapat dijadikan sebagai bahan pengganti kapas.
g.      Lumut gambut di rawa dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah.
Tumbuhan lumut memiliki peran dalam ekosistem sebagai penyedia oksigen, penyimpan air (karena sifat selnya yang menyerupai spons), dan sebagai penyerap polutan.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
          Tumbuhan lumut adalah golongan tumbuhan tingkat rendah yang filogenetiknya lebih tinggi daripada golongan algae karena dalam susunan tubuhnya sudah ada penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup di darat, gametangium dan sporangiumnya multiseluler, dan dalam perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio. Meskipun tumbuhan lumut hidup di darat tetapi untuk terjadinya pembuahan masih tetap memerlukan air, hingga tumbuhan lumut disebut sebagai tumbuhan amfibi. Bentuk dan susunan gametangium yang spesifik pada tumbuhan lumut ialah terutama pada arkegonium yang berbentuk seperti botol dan terdiri atas bagian perut dan bagian leher, sehingga tumbuhan lumut termasuk golongan Archegoniata. Berhubung dalam perkembangan sporofitnya tumbuhan lumut membentuk embrio, dan untuk terjadinya pembuahan gamet jantan mencapai sel telur tanpa harus melalui "siphon", maka tumbuhan lumut tergolong Embriophyta asiphonogama.
            Dalam siklus hidup yang normal generasi haploid (gametofit) dan generasi diploid (sporofit) bergiliran secara teratur. Penyimpangan dari siklus hidup yang normal dapat mengakibatkan peristiwa apogami dan apospori. Sporofit yang terjadi karena peristiwa apogami adalah haploid, sebaliknya gametofit yang terjadi karena peristiwa apospori adalah diploid dan menghasilkan gamet yang diploid pula. Pembagian klasifikasi Bryophyta yang pertama menurut Eichler (1883) didasarkan atas perbedaan bentuk susunan tubuhnya dan perkembangan gametangium serta sporogoniumnya, dibagi menjadi dua kelas yaitu Hepaticae dan Musci. Dalam perkembangan klasifikasi selanjutnya ternyata bangsa Anthocerotales (anggota dari kelas Hepaticae) menurut Howe (1899) mempunyai struktur gametofit dan sporogonium yang berlainan hingga kemudian dikelompokkan dalam kelas tersendiri yaitu Anthocerotae, maka pembagian Bryophyta menjadi Hepaticae, Anthocerotae, dan Musci.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk memahami botani tumbuhan rendah lebih dalam lagi terutama mengenai Bryophytha (Tumbuhan Lumut).

DAFTAR PUSTAKA